Friday, March 19, 2010

Berpakaian tapi telanjang

Saat ini sangat berbeda dengan beberapa tahun silam. Sekarang para wanita sudah banyak yang mulai membuka aurat. Bukan hanya kepala yang dibuka atau telapak kaki, yang di mana kedua bagian ini wajib ditutupi. Namun, sekarang ini sudah banyak yang berani membuka paha dengan memakai celana atau rok setinggi betis. Ya Allah, kepada Engkaulah kami mengadu, melihat kondisi zaman yang semakin rusak ini. Kami tidak tahu beberapa tahun mendatang, mungkin kondisinya akan semakin parah dan lebih parah dari saat ini. Mungkin beberapa tahun lagi, berpakaian ala barat yang transparan dan sangat memamerkan aurat akan menjadi budaya kaum muslimin. Semoga Allah melindungi keluarga kita dan generasi kaum muslimin dari musibah ini.
Tanda Benarnya Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)

Hadits ini merupakan tanda mukjizat kenabian. Kedua golongan ini sudah ada di zaman kita saat ini. Hadits ini sangat mencela dua golongan semacam ini. Kerusakan seperti ini tidak muncul di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena sucinya zaman beliau, namun kerusakan ini baru terjadi setelah masa beliau hidup (Lihat Syarh Muslim, 9/240 dan Faidul Qodir, 4/275). Wahai Rabbku. Dan zaman ini lebih nyata lagi terjadi dan kerusakannya lebih parah.
Saudariku, pahamilah makna ‘kasiyatun ‘ariyatun’

An Nawawi dalam Syarh Muslim ketika menjelaskan hadits di atas mengatakan bahwa ada beberapa makna kasiyatun ‘ariyatun.

Makna pertama: wanita yang mendapat nikmat Allah, namun enggan bersyukur kepada-Nya.

Makna kedua: wanita yang mengenakan pakaian, namun kosong dari amalan kebaikan dan tidak mau mengutamakan akhiratnya serta enggan melakukan ketaatan kepada Allah.

Makna ketiga: wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang.

Makna keempat: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)

Pengertian yang disampaikan An Nawawi di atas, ada yang bermakna konkrit dan ada yang bermakna maknawi (abstrak). Begitu pula dijelaskan oleh ulama lainnya sebagai berikut.
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Muslimah, 125-126)

Al Munawi dalam Faidul Qodir mengatakan mengenai makna kasiyatun ‘ariyatun, “Senyatanya memang wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya dia telanjang. Karena wanita tersebut mengenakan pakaian yang tipis sehingga dapat menampakkan kulitnya. Makna lainnya adalah dia menampakkan perhiasannya, namun tidak mau mengenakan pakaian takwa. Makna lainnya adalah dia mendapatkan nikmat, namun enggan untuk bersyukur pada Allah. Makna lainnya lagi adalah dia berpakaian, namun kosong dari amalan kebaikan. Makna lainnya lagi adalah dia menutup sebagian badannya, namun dia membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutupi) untuk menampakkan keindahan dirinya.” (Faidul Qodir, 4/275)

Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibnul Jauziy. Beliau mengatakan bahwa makna kasiyatun ‘ariyatun ada tiga makna.

Pertama: wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita seperti ini memang memakai jilbab, namun sebenarnya dia telanjang.

Kedua: wanita yang membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutup). Wanita ini sebenarnya telanjang.

Ketiga: wanita yang mendapatkan nikmat Allah, namun kosong dari syukur kepada-Nya. (Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, 1/1031)

Kesimpulannya adalah kasiyatun ‘ariyat dapat kita maknakan: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya dan wanita yang membuka sebagian aurat yang wajib dia tutup.
Tidakkah Engkau Takut dengan Ancaman Ini

Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memakaian pakaian tetapi sebenarnya telanjang, dikatakan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”
Perhatikanlah saudariku, ancaman ini bukanlah ancaman biasa. Perkara ini bukan perkara sepele. Dosanya bukan hanya dosa kecil. Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas. Wanita seperti ini dikatakan tidak akan masuk surga dan bau surga saja tidak akan dicium. Tidakkah kita takut dengan ancaman seperti ini?

An Nawawi rahimahullah menjelaskan maksud sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘wanita tersebut tidak akan masuk surga’. Inti dari penjelasan beliau rahimahullah:
Jika wanita tersebut menghalalkan perbuatan ini yang sebenarnya haram dan dia pun sudah mengetahui keharaman hal ini, namun masih menganggap halal untuk membuka anggota tubuhnya yang wajib ditutup (atau menghalalkan memakai pakaian yang tipis), maka wanita seperti ini kafir, kekal dalam neraka dan dia tidak akan masuk surga selamanya.
Dapat kita maknakan juga bahwa wanita seperti ini tidak akan masuk surga untuk pertama kalinya. Jika memang dia ahlu tauhid, dia nantinya juga akan masuk surga. Wallahu Ta’ala a’lam. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)

Jika ancaman ini telah jelas, lalu kenapa sebagian wanita masih membuka auratnya di khalayak ramai dengan memakai rok hanya setinggi betis? Kenapa mereka begitu senangnya memamerkan paha di depan orang lain? Kenapa mereka masih senang memperlihatkan rambut yang wajib ditutupi? Kenapa mereka masih menampakkan telapak kaki yang juga harus ditutupi? Kenapa pula masih memperlihatkan leher?!

Sadarlah, wahai saudariku! Bangkitlah dari kemalasanmu! Taatilah Allah dan Rasul-Nya! Mulailah dari sekarang untuk merubah diri menjadi yang lebih baik ....
dipost oleh: Rumaysho.com

Monday, March 8, 2010

Kontroversi

Kontroversi Syekh siti jenar.

Kontroversi yang di lakukan Syekh siti jenar adalah suatu cermin untuk kita bagaimana menempatkan sesuatu itu harus pada tempatnya, kisah salah satu orang yang mempunyai derajat lebih di banding manusia biasa ini menjadi kontroversi lantaran dirinya mengaku tuhan. Pada awalnya syekh siti jenar adalah seorang wali yang menyebarkan agama islam di sekitar jawa, setelah kedatangan syekh syarif hidayatullah atau sunan gunung jati ke cirebon yang memang memiliki drajat lebih di banding para wali lain karena syeh syarif hidayatullah telah di tunjuk langsung oleh nabi Muhammad SAW, Menjadi raja para wali sedunia (quthbul muthlak). Oleh karena syekh siti jenar dan juga beberapa para wali ngalap ilmu ke cirebon diantaranya sunan kalijaga, sultan hasanudin banten, pangeran panjungan, pangeran kejaksaan, syekh magelung sakti, dan lain lain.
Setelah 4 tahun di cirebon, syekh syarif hidayatullah sudah merasa cukup memberikan ilmunya kepada murid muridnya, setelah para wali kembali ke tempat masing masing banyak para wali yang bertingkah aneh diantaranya: sunan kalijaga yang setiap harinya selalu menaiki kuda lumping ( kuda kudaan yang terbuat dari anyaman bambu ), sedangkan sultan hasanudin lebih sering memberi nasehat kepada hewan atau binatang yang di jumpainya, lain halnya dengan syekh magelung sakti ia lebih sering bermain bersama anak anak kecil setiap harinya, maupun kakak beradik pangeran panjungan dan kejaksaan yang gemar menyanyikan lagu tentang kebesaran Allah SWT dengan memukul rebana, tingkah pola aneh ini juga di ikuti oleh syekh siti jenar yang selalu menunjukan ilmu khoerik ( kanuragan ) di depan orang banyak. Di saat para wali lain sadar akan tingkah pola mereka yang bisa menyesatkan umat islam yang baru belajar mengenal islam, syekh siti jenar malah terbuai dengan kecintaannya terhadap Allah SWT, Sehingga dia melupakan kehidupan lahiriahnya, sebagai seorang wali yang menapaki drajat fana' maka segala ucapannya akan menjadi nyata, dan ini di manfaatkan benar oleh orang orang yang culas untuk meminta ilmu (kesaktian) tanpa harus belajar dari dasar, murid murid dari syekh siti jenar juga membuat sebuah perkumpulan untuk melawan para wali, hal ini juga yang membuat syekh siti jenar di panggil berulang ulang oleh para wali untuk merubah sifatnya yang dengan mudah memberikan ilmu kepada orang tanpa memperdulikan maksud dan tujuannya. Dalam pandangan syekh siti jenar sendiri tentang orang orang yang memanfaatkan dirinya, beliau menegaskan dalam sidang terhormat para waliyullah." bagaimana aku bisa marah maupun menolak apa yang diinginankan mereka yang memanfaatkan ku, karena mereka sewua adalah mahluk Allah, yang mana setiap apa yang di kehendaki oleh mereka terhadap diriku semua adalah ketentuaNya juga, diriku hanyalah pelantara belaka dan segala yang mengabulkan tak lain dan tak bukan hanya dialah Allah semata, karena sesungguhnya adanya diriku adanya dia dan tidak adanya diriku tidak adanya dia, Allah adalah diriku, diriku adalah Allah, dimana diriku memberi ketentuan disitu pula Allah akan mengabulkanya, jadi jangan salah paham tentang ilmu Allah sesungguhnya, karena pada kesempatan nanti semua akan kembali ke padaNya. Dari penjelasan tersebut para wali sebenarnya paham benar makna yang terkandung dari seorang yang sedang jatuh cinta terhadap tuhannya. Hanya saja pada waktu itu tingkat ke tauhidan umat islam di tanah jawa hanya baru bersifat syariat belum setingkat hakikat apalagi ma'rifat, sedangkan syekh siti jenar mengajarkan ilmu ma'rifat kepada orang yang seharusnya baru belajar syariat islam. Setelah melalui proses perundingan, para wali memohon kepada Allah agar di berikan jalan yang terbaik, dan akhirnya para wali pun mendapatkan hawatief dari Allah SWT yaitu: tiada jalan yang terbaik ketika seseorang yang darahnya telah menyatu kepada tuhannya, kecuali dia harus cepat cepat di pertemukan dengan kekasihnya. Dari hasil hawatief para waliyullah maka syekh siti jenar pun di putuskan untuk di pertemukan dengan Allah SWT dengan cara di pancung, dan bagi syekh siti jenar kematian adalah hal sangat di impikan, karena kematian baginya adalah kebahagian yang hakiki yang akan mempertemukan dia dengan Allah SWT.
Wallahualam bishoab.

Sumber: idris nawawi
(mystys.wordpress.com)