Sunday, September 19, 2010

Bom Bunuh Diri, Jihadkah?

Kaum muslimin –semoga Allah menjaga aqidah kita dari kesalahpahaman- sesungguhnya menunaikan jihad dalam pengertian dan penerapan yang benar termasuk ibadah yang mulia. Sebab Allah telah memerintahkan kaum muslimin untuk berjihad melawan musuh-musuh-Nya.


Allah berfirman (yang artinya), “Hai Nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, dan bersikaplah keras kepada mereka…” (QS. At-Taubah: 9).


Karena jihad adalah ibadah, maka untuk melaksanakannya pun harus terpenuhi 2 syarat utama: (1) ikhlas
(2) sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah fenomena pengeboman yang dilakukan oleh sebagian pemuda Islam di tempat maksiat yang dikunjungi oleh turis asing yang notabene orang-orang kafir. Benarkah tindakan bom bunuh diri di tempat semacam itu termasuk dalam kategori jihad dan orang yang mati karena aksi tersebut -baik pada saat hari-H maupun karena tertangkap aparat dan dijatuhi hukuman mati- boleh disebut orang yang mati syahid?


Bom Bunuh Diri Bukan Jihad

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah Maha menyayangi kalian.” (QS. An-Nisaa’: 29)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bunuh diri dengan menggunakan suatu alat/cara di dunia, maka dia akan disiksa dengan cara itu pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Adapun bunuh diri tanpa sengaja maka hal itu diberikan udzur dan pelakunya tidak berdosa berdasarkan firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Dan tidak ada dosa bagi kalian karena melakukan kesalahan yang tidak kalian sengaja akan tetapi (yang berdosa adalah) yang kalian sengaja dari hati kalian.” (QS. Al-Ahzab: 5).

Dengan demikian aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh sebagian orang dengan mengatasnamakan jihad adalah sebuah penyimpangan (baca: pelanggaran syari’at). Apalagi dengan aksi itu menyebabkan terbunuhnya kaum muslimin atau orang kafir yang dilindungi oleh pemerintah muslimin tanpa alasan yang dibenarkan syari’at.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan alasan yang benar.” (QS. Al-Israa’: 33)

Membunuh Muslim Dengan Sengaja dan Tidak

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal menumpahkan darah seorang muslim yang bersaksi tidak ada sesembahan (yang benar) selain Allah dan bersaksi bahwa aku (Muhammad) adalah Rasulullah kecuali dengan salah satu dari tiga alasan: [1] nyawa dibalas nyawa (qishash), [2] seorang lelaki
beristri yang berzina, [3] dan orang yang memisahkan agama dan meninggalkan jama’ah (murtad).” (HR. Bukhari Muslim)

Beliau juga bersabda, “Sungguh, lenyapnya dunia lebih ringan bagi Allah daripada terbunuhnya seorang mukmin tanpa alasan yang benar.” (HR. Al-Mundziri, lihat Sahih At-Targhib wa At-Tarhib). Hal ini menunjukkan bahwa membunuh muslim dengan sengaja adalah dosa besar.

Dalam hal membunuh seorang mukmin tanpa kesengajaan, Allah mewajibkan pelakunya untuk membayar diyat/denda dan kaffarah/tebusan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak sepantasnya bagi orang mukmin membunuh mukmin yang lain kecuali karena tidak sengaja. Maka barangsiapa yang membunuh mukmin karena tidak sengaja maka wajib baginya memerdekakan seorang budak yang beriman dan membayar diyat yang diserahkannya kepada keluarganya, kecuali apabila keluarganya itu berkenan untuk bersedekah (dengan memaafkannya).” (QS. An-Nisaa’: 92). Adapun terbunuhnya sebagian kaum muslimin akibat tindakan bom bunuh diri, maka ini jelas tidak termasuk pembunuhan tanpa sengaja, sehingga hal itu tidak bisa dibenarkan dengan alasan jihad.

Membunuh Orang Kafir Tanpa Hak

Membunuh orang kafir dzimmi, mu’ahad, dan musta’man (orang-orang kafir yang dilindungi oleh pemerintah muslim), adalah perbuatan yang haram. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membunuh jiwa seorang mu’ahad (orang kafir yang memiliki ikatan perjanjian dengan pemerintah
kaum muslimin) maka dia tidak akan mencium bau surga, padahal sesungguhnya baunya surga bisa tercium dari jarak perjalanan 40 tahun.” (HR.Bukhari).

Adapun membunuh orang kafir mu’ahad karena tidak sengaja maka Allah mewajibkan pelakunya untuk membayar diyat dan kaffarah sebagaimana disebutkan dalam ayat (yang artinya), “Apabila yang terbunuh itu berasal dari kaum yang menjadi musuh kalian (kafir harbi) dan dia adalah orang yang beriman maka kaffarahnya adalah memerdekakan budak yang beriman, adapun apabila yang terbunuh itu berasal dari kaum yang memiliki ikatan perjanjian antara kamu dengan mereka (kafir mu’ahad) maka dia harus membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya dan memerdekakan budak yang beriman. Barangsiapa yang tidak mendapatkannya maka hendaklah berpuasa dua bulan berturut-turut supaya taubatnya diterima oleh Allah. Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.” (QS. An-Nisaa’: 92)

Bolehkah Mengatakan Si Fulan Syahid?

Di dalam kitab Sahihnya yang merupakan kitab paling sahih sesudah Al-Qur’an, Bukhari rahimahullah menulis bab berjudul “Bab. Tidak boleh mengatakan si fulan Syahid” berdalil dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah yang lebih mengetahui siapakah orang yang benar-benar berjihad di jalan-Nya, dan Allah yang lebih mengetahui siapakah orang yang terluka di jalan-Nya.” (SahihBukhari, cet. Dar Ibnu Hazm, hal. 520)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan (Fath Al-Bari, jilid 6 hal. 90. cet. Dar Al-Ma’rifah Beirut. Asy-Syamilah), “Perkataan beliau ‘Tidak boleh mengatakan si fulan syahid’, maksudnya tidak boleh memastikan perkara itu kecuali didasari dengan wahyu…”

Al-’Aini rahimahullah juga mengatakan, “Maksudnya tidak boleh memastikan hal itu (si fulan syahid, pent) kecuali ada dalil wahyu yang menegaskannya.” (Umdat Al-Qari, jilid 14 hal. 180. Asy-Syamilah)

Nah, sebenarnya perkara ini sudah jelas. Yaitu apabila ada seorang mujahid yang berjihad dengan jihad yang syar’i kemudian dia mati dalam peperangan maka tidak boleh dipastikan bahwa dia mati syahid, kecuali terhadap orang-orang tertentu yang secara tegas disebutkan oleh dalil!

Kalau orang yang benar-benar berjihad dengan jihad yang syar’i saja tidak boleh dipastikan sebagai syahid -selama tidak ada dalil khusus yang menegaskannya- lalu bagaimanakah lagi terhadap orang yang melakukan tindak perusakan di muka bumi tanpa hak dengan mengatasnamakan jihad -semoga Allah mengampuni dosa mereka yang sudah meninggal dan menyadarkan pendukungnya yang masih hidup-… Ambillah pelajaran, wahai saudaraku…

Sebagai penutup, kami mengingatkan kepada para pemuda untuk bertakwa kepada Allah dan menjauhkan diri mereka dari tindakan-tindakan yang akan menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka takutlah kalian terhadap neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. Al-Baqarah: 24). Sadarlah wahai saudara-saudaraku dari kelalaian kalian, janganlah kalian menjadi tunggangan syaitan untuk menebarkan kerusakan di atas muka bumi ini. Kami berdoa kepada Allah ‘azza wa jalla agar memahamkan kaum muslimin tentang agama mereka, dan menjaga mereka dari fitnah menyesatkan yang tampak ataupun yang tersembunyi. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada hamba dan utusan-NyaMuhammad, para pengikutnya, dan segenap para sahabatnya.

Diringkas oleh Ari Wahyudi dari penjelasan Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad hafizhahullah dalam kitab beliau Bi ayyi ‘aqlin wa diinin yakuunu tafjir wa tadmir jihaadan?! Waihakum, … Afiiquu yaa syabaab!! (artinya: Menurut akal dan agama siapa; tindakan pengeboman dan penghancuran dinilai sebagai jihad?! Sungguh celakakalian… Sadarlah hai para pemuda!!) Islamspirit.com. Dengan tambahan keterangan dari sumber lain.

***

Penyusun: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

Friday, September 10, 2010

Rencana pembakaran Al Qur'an

Rencana Pembakaran Al Qur’an Sedunia 11 September. Gerakan kontroversional rencana pembakaran Al Qur’an sedunia oleh sebuah sekte kecil di Gereja Florida Amerika Serikat, pimpinan Pendeta Terry Jones yang dinamakan “International Burn The Qur’an Day” atau “Hari Pembakaran Al Qur’an Sedunia”, untuk memperingati tragedi 11 September.

Rencana Pembakaran Al Qur'an Sedunia 11 September

Rencana Pembakaran Al Qur'an Sedunia 11 September

Aksi yang merencanakan pembakaran Al Qur’an sedunia tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak, tidak hanya dari umat muslim di dunia tapi juga dari para pemimpin umat kristen, baik yang berlatar belakang liberal maupun konservatif.

Pendeta Michael Kinnamon, Sekretaris Jenderal Dewan Gereja Amerika Serikat mengatakan, pihaknya kembali menegaskan sikap penentangan aksi pembakaran tersebut. Bahkan ia berani untuk mengatakan bahwa pernyataannya ini mewakili jutaan warga AS yang menolak ekspresi anti-muslim yang ditunjukkan sekte itu. Tindakan membakar Qur’an di mata Michael adalah reaksi orang yang ketakutan sekaligus salah paham terhadap sifat sejati ajaran Islam yang damai.

Sikap kecaman dan penolakan juga ditunjukkan organisasi National Association of Evangelical yang berbasis di AS.

“Rencana untuk membakar Al Qur’an pada 11 September menunjukkan sikap tidak hormat kepada saudara muslim dan justru akan meningkatkan ketegangan antara umat Kristen dan Islam di seluruh dunia,” “Kami menuntut rencana pembakaran itu dibatalkan.” kata organisasi itu dalam pernyataannya.

Kebencian dan kemarahan dalam bentuk apapun sejatinya tidak akan pernah menyelesaikan masalah selain menyulut kemarahan dan kebencian yang lebih besar. Alangkah indahnya jika kerukunan antar umat beragama itu boleh tercipta di seluruh dunia. Damainya bumi ini akan menjadi sebuah kehidupan yang indah dan lebih baik bagi segenap umat manusia. Rencana Pembakaran Al Qur’an Sedunia 11 September. Capedeh

Umat muslim di seluruh dunia juga telah bergerak. Mereka menentang dan memprotes rencana pembakaran Al Qur’an. Senin lalu ratusan warga Afghanistan berkumpul di ibukota Kabul untuk mengecam pembakaran Al Qur’an. Mereka berteriak, “Hidup Islam” dan “Matilah Amerika”.

Berikut beberapa video rencana pembakaran Al Qur’an Sedunia oleh Pendeta Terry Jones :

Friday, March 19, 2010

Berpakaian tapi telanjang

Saat ini sangat berbeda dengan beberapa tahun silam. Sekarang para wanita sudah banyak yang mulai membuka aurat. Bukan hanya kepala yang dibuka atau telapak kaki, yang di mana kedua bagian ini wajib ditutupi. Namun, sekarang ini sudah banyak yang berani membuka paha dengan memakai celana atau rok setinggi betis. Ya Allah, kepada Engkaulah kami mengadu, melihat kondisi zaman yang semakin rusak ini. Kami tidak tahu beberapa tahun mendatang, mungkin kondisinya akan semakin parah dan lebih parah dari saat ini. Mungkin beberapa tahun lagi, berpakaian ala barat yang transparan dan sangat memamerkan aurat akan menjadi budaya kaum muslimin. Semoga Allah melindungi keluarga kita dan generasi kaum muslimin dari musibah ini.
Tanda Benarnya Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)

Hadits ini merupakan tanda mukjizat kenabian. Kedua golongan ini sudah ada di zaman kita saat ini. Hadits ini sangat mencela dua golongan semacam ini. Kerusakan seperti ini tidak muncul di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena sucinya zaman beliau, namun kerusakan ini baru terjadi setelah masa beliau hidup (Lihat Syarh Muslim, 9/240 dan Faidul Qodir, 4/275). Wahai Rabbku. Dan zaman ini lebih nyata lagi terjadi dan kerusakannya lebih parah.
Saudariku, pahamilah makna ‘kasiyatun ‘ariyatun’

An Nawawi dalam Syarh Muslim ketika menjelaskan hadits di atas mengatakan bahwa ada beberapa makna kasiyatun ‘ariyatun.

Makna pertama: wanita yang mendapat nikmat Allah, namun enggan bersyukur kepada-Nya.

Makna kedua: wanita yang mengenakan pakaian, namun kosong dari amalan kebaikan dan tidak mau mengutamakan akhiratnya serta enggan melakukan ketaatan kepada Allah.

Makna ketiga: wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang.

Makna keempat: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)

Pengertian yang disampaikan An Nawawi di atas, ada yang bermakna konkrit dan ada yang bermakna maknawi (abstrak). Begitu pula dijelaskan oleh ulama lainnya sebagai berikut.
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Muslimah, 125-126)

Al Munawi dalam Faidul Qodir mengatakan mengenai makna kasiyatun ‘ariyatun, “Senyatanya memang wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya dia telanjang. Karena wanita tersebut mengenakan pakaian yang tipis sehingga dapat menampakkan kulitnya. Makna lainnya adalah dia menampakkan perhiasannya, namun tidak mau mengenakan pakaian takwa. Makna lainnya adalah dia mendapatkan nikmat, namun enggan untuk bersyukur pada Allah. Makna lainnya lagi adalah dia berpakaian, namun kosong dari amalan kebaikan. Makna lainnya lagi adalah dia menutup sebagian badannya, namun dia membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutupi) untuk menampakkan keindahan dirinya.” (Faidul Qodir, 4/275)

Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibnul Jauziy. Beliau mengatakan bahwa makna kasiyatun ‘ariyatun ada tiga makna.

Pertama: wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita seperti ini memang memakai jilbab, namun sebenarnya dia telanjang.

Kedua: wanita yang membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutup). Wanita ini sebenarnya telanjang.

Ketiga: wanita yang mendapatkan nikmat Allah, namun kosong dari syukur kepada-Nya. (Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, 1/1031)

Kesimpulannya adalah kasiyatun ‘ariyat dapat kita maknakan: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya dan wanita yang membuka sebagian aurat yang wajib dia tutup.
Tidakkah Engkau Takut dengan Ancaman Ini

Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memakaian pakaian tetapi sebenarnya telanjang, dikatakan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”
Perhatikanlah saudariku, ancaman ini bukanlah ancaman biasa. Perkara ini bukan perkara sepele. Dosanya bukan hanya dosa kecil. Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas. Wanita seperti ini dikatakan tidak akan masuk surga dan bau surga saja tidak akan dicium. Tidakkah kita takut dengan ancaman seperti ini?

An Nawawi rahimahullah menjelaskan maksud sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘wanita tersebut tidak akan masuk surga’. Inti dari penjelasan beliau rahimahullah:
Jika wanita tersebut menghalalkan perbuatan ini yang sebenarnya haram dan dia pun sudah mengetahui keharaman hal ini, namun masih menganggap halal untuk membuka anggota tubuhnya yang wajib ditutup (atau menghalalkan memakai pakaian yang tipis), maka wanita seperti ini kafir, kekal dalam neraka dan dia tidak akan masuk surga selamanya.
Dapat kita maknakan juga bahwa wanita seperti ini tidak akan masuk surga untuk pertama kalinya. Jika memang dia ahlu tauhid, dia nantinya juga akan masuk surga. Wallahu Ta’ala a’lam. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)

Jika ancaman ini telah jelas, lalu kenapa sebagian wanita masih membuka auratnya di khalayak ramai dengan memakai rok hanya setinggi betis? Kenapa mereka begitu senangnya memamerkan paha di depan orang lain? Kenapa mereka masih senang memperlihatkan rambut yang wajib ditutupi? Kenapa mereka masih menampakkan telapak kaki yang juga harus ditutupi? Kenapa pula masih memperlihatkan leher?!

Sadarlah, wahai saudariku! Bangkitlah dari kemalasanmu! Taatilah Allah dan Rasul-Nya! Mulailah dari sekarang untuk merubah diri menjadi yang lebih baik ....
dipost oleh: Rumaysho.com

Monday, March 8, 2010

Kontroversi

Kontroversi Syekh siti jenar.

Kontroversi yang di lakukan Syekh siti jenar adalah suatu cermin untuk kita bagaimana menempatkan sesuatu itu harus pada tempatnya, kisah salah satu orang yang mempunyai derajat lebih di banding manusia biasa ini menjadi kontroversi lantaran dirinya mengaku tuhan. Pada awalnya syekh siti jenar adalah seorang wali yang menyebarkan agama islam di sekitar jawa, setelah kedatangan syekh syarif hidayatullah atau sunan gunung jati ke cirebon yang memang memiliki drajat lebih di banding para wali lain karena syeh syarif hidayatullah telah di tunjuk langsung oleh nabi Muhammad SAW, Menjadi raja para wali sedunia (quthbul muthlak). Oleh karena syekh siti jenar dan juga beberapa para wali ngalap ilmu ke cirebon diantaranya sunan kalijaga, sultan hasanudin banten, pangeran panjungan, pangeran kejaksaan, syekh magelung sakti, dan lain lain.
Setelah 4 tahun di cirebon, syekh syarif hidayatullah sudah merasa cukup memberikan ilmunya kepada murid muridnya, setelah para wali kembali ke tempat masing masing banyak para wali yang bertingkah aneh diantaranya: sunan kalijaga yang setiap harinya selalu menaiki kuda lumping ( kuda kudaan yang terbuat dari anyaman bambu ), sedangkan sultan hasanudin lebih sering memberi nasehat kepada hewan atau binatang yang di jumpainya, lain halnya dengan syekh magelung sakti ia lebih sering bermain bersama anak anak kecil setiap harinya, maupun kakak beradik pangeran panjungan dan kejaksaan yang gemar menyanyikan lagu tentang kebesaran Allah SWT dengan memukul rebana, tingkah pola aneh ini juga di ikuti oleh syekh siti jenar yang selalu menunjukan ilmu khoerik ( kanuragan ) di depan orang banyak. Di saat para wali lain sadar akan tingkah pola mereka yang bisa menyesatkan umat islam yang baru belajar mengenal islam, syekh siti jenar malah terbuai dengan kecintaannya terhadap Allah SWT, Sehingga dia melupakan kehidupan lahiriahnya, sebagai seorang wali yang menapaki drajat fana' maka segala ucapannya akan menjadi nyata, dan ini di manfaatkan benar oleh orang orang yang culas untuk meminta ilmu (kesaktian) tanpa harus belajar dari dasar, murid murid dari syekh siti jenar juga membuat sebuah perkumpulan untuk melawan para wali, hal ini juga yang membuat syekh siti jenar di panggil berulang ulang oleh para wali untuk merubah sifatnya yang dengan mudah memberikan ilmu kepada orang tanpa memperdulikan maksud dan tujuannya. Dalam pandangan syekh siti jenar sendiri tentang orang orang yang memanfaatkan dirinya, beliau menegaskan dalam sidang terhormat para waliyullah." bagaimana aku bisa marah maupun menolak apa yang diinginankan mereka yang memanfaatkan ku, karena mereka sewua adalah mahluk Allah, yang mana setiap apa yang di kehendaki oleh mereka terhadap diriku semua adalah ketentuaNya juga, diriku hanyalah pelantara belaka dan segala yang mengabulkan tak lain dan tak bukan hanya dialah Allah semata, karena sesungguhnya adanya diriku adanya dia dan tidak adanya diriku tidak adanya dia, Allah adalah diriku, diriku adalah Allah, dimana diriku memberi ketentuan disitu pula Allah akan mengabulkanya, jadi jangan salah paham tentang ilmu Allah sesungguhnya, karena pada kesempatan nanti semua akan kembali ke padaNya. Dari penjelasan tersebut para wali sebenarnya paham benar makna yang terkandung dari seorang yang sedang jatuh cinta terhadap tuhannya. Hanya saja pada waktu itu tingkat ke tauhidan umat islam di tanah jawa hanya baru bersifat syariat belum setingkat hakikat apalagi ma'rifat, sedangkan syekh siti jenar mengajarkan ilmu ma'rifat kepada orang yang seharusnya baru belajar syariat islam. Setelah melalui proses perundingan, para wali memohon kepada Allah agar di berikan jalan yang terbaik, dan akhirnya para wali pun mendapatkan hawatief dari Allah SWT yaitu: tiada jalan yang terbaik ketika seseorang yang darahnya telah menyatu kepada tuhannya, kecuali dia harus cepat cepat di pertemukan dengan kekasihnya. Dari hasil hawatief para waliyullah maka syekh siti jenar pun di putuskan untuk di pertemukan dengan Allah SWT dengan cara di pancung, dan bagi syekh siti jenar kematian adalah hal sangat di impikan, karena kematian baginya adalah kebahagian yang hakiki yang akan mempertemukan dia dengan Allah SWT.
Wallahualam bishoab.

Sumber: idris nawawi
(mystys.wordpress.com)